Tak mau kalah dengan pasangan kekasih antarjenis, kini eksistensi
pasangan sesama jenis atau yang sering disebut dengan pasangan lesbian
di Manado semakin berani. Tak jarang mereka terlihat bergandengan mesra
di ruang publik, seperti pusat-pusat perbelanjaan. Perilaku mereka mudah
dikenali, karena kebanyakan salah satu pasangannya berpostur mirip
laki-laki atau tomboy.
Menurut pengakuan dari beberapa perempuan
yang menjalani perilaku ini, mereka kini bahkan sudah punya komunitas
tersendiri yang punya sejumlah anggota. Ironisnya komunitas tersebut
menjadi pintu masuk bagi mereka untuk terjun ke dunia prostitusi. Lebih
parah lagi, kebanyakan dari anggota kemunitas tersebut masih berusia
sangat muda dan masih berstatus pelajar dan mahasiswa.
Salah
satunya adalah Violette -bukan nama sebenarnya, yang ditemui Kompas.com
di rumah kos yang ditempatinya bersama pasangan lesbinya di daerah
Sario. Dirinya mengaku masuk dalam komunitas lesbi karena ingin
mendapatkan uang lebih. "Saya ditawari oleh teman sekelas saya waktu itu
yang telah lebih dulu bergabung. Dia menjanjikan kalau masuk komunitas
ini, uang gampang dicari," ujarnya polos.
Wanita berparas cantik
ini memang mengakui waktu itu ia tengah kecewa karena ditinggal sang
pacar. Violette yang sakit hati karena lelaku, kini justru harus
melayani laki-laki dengan bayaran. "Pasangan lesbi saya yang mencari
pelanggan," kata siswi kelas II sebuah SMU ternama di Manado ini.
Memang
tidak semua anggota dalam komunitas berpraktik sebagai PSK. Namun,
hampir semua anggota komunitas menjadi semacam "marketing" bagi teman
anggota lainnya seperti Violette. Uang yang didapat pun dibagi di antara
mereka. "Biasanya saya memasang tarif Rp 500.000 hingga Rp 750.000.
Yang memberi order mendapat bagian Rp 100.000, sisanya buat saya dan
pasangan saya," aku Viollete.
Menjadi anggota komunitas memberi
rasa aman bagi mereka. Sebab teman-teman lainnya menjadi tahu keberadaan
mereka dan mereka tak perlu repot mencari pelanggan. Hal yang sama
diakui oleh Jingga -bukan nama sebenarnya, ketika ditemui di sebuah cafe
di bilangan Jalan Piere Tendean. Wanita mungil yang masih tercatat
sebagai mahasiswi di salah satu perguruan tinggi keperawatan ini
mengakui jika hampir setahun terakhir ia mempraktikkan hal tersebut.
"Saya
sebenarnya tidak anti berpacaran dengan pria. Tapi dengan masuk dalam
komunitas lesbi saya jadi mudah mendapat pelanggan," aku Jingga sambil
mewanti-wanti untuk tidak menuliskan namanya.
Menurut
pengakuannya, komunitas lesbi kini semakin banyak di Manado. Banyak
teman sekampusnya kini menjadi lesbian. Mereka bahkan tak segan mengakui
hal itu kepada orang lain.
Praktik jual diri dibalik komunitas
lesbi itu jarang diketahui orang. Pelanggan mereka cenderung tidak suka
jika mengetahui bahwa mereka sebenarnya lesbi. Tetapi baik Viollete
maupun Jingga menegaskan, sebenarnya mereka bukan lesbi. "Saya punya
pasangan lesbi hanya agar bisa masuk dalam komunitas itu dan dipercaya,"
ujarnya memberi alasan.
Perkembangan Kota Manado yang semakin
pesat dalam segala aspek, secara signifikan juga mendorong berbagai
perilaku menyimpang di kalangan remaja, Godaan konsumerisme yang semakin
intens membuat para remaja ini tidak lagi memikirkan masa depan mereka.
"Bagi saya yang penting bisa dapat uang. Sekarang semua serba mahal.
Tidak mungkin minta sama orang tua. Mereka cuma bisa menyediakan uang
kuliah," ujar Jingga.
Pengawasan orangtua yang terasa longgar
juga menjadi salah satu faktor praktek jual diri di kalangan remaja
cukup tinggi. Orangtua cenderung melonggarkan pengawasan terhadap putri
mereka ketika berada di luar rumah. Terlebih, bagi mereka yang harus
menyewa kamar kos karena sekolah atau tempat kuliah jauh dari
rumah. "Yang penting jangan sampai hamil dan ketahuan orangtua atau
keluarga. Selama kami bisa menjaga rahasia, selama itupula masih aman,"
ujar Viollete ketika ditanya apakah tidak takut dengan orang tua. link
Home
News update
Komunitas Lesbi Jadi "Kedok" Prostitusi ABG
Komunitas Lesbi Jadi "Kedok" Prostitusi ABG
Kamis, 29 November 20120 comments
Labels:
News update
Posting Komentar